Dear Nata [23]
Dear, Nata.
Hai, Nat. Apa kabar? Bahkan hingga tahun 2025 kita belum bertemu ya, aku belum mengenal dan mengerti siapa namamu. Masih nama yang sama, yang aku kasih ke kamu saat masih SMP. Harapku masih sama, semoga kamu baik-baik saja. Langit masih biru, kan? :)
Aku patah lagi, Nat. Rasanya hampa. Boleh curhat dikit? Jadi aku mau ngasih something ke temen, ga perlu aku sebut siapa. Dia ngajak aku jalan ke suatu tempat. Kamu tahu kan anak kos, pastinya apa-apa harus nabung dulu. Aku iyakan permintaannya, sekalian explore, bagiku. Satu bulan pendapatanku gak banyak. Aku bela-belain makan cuma 2x buat sehari. Kalau nggak begitu lapar, aku cuma beli sekali. Seminggu cuma beli 3 botol besar air buat minum, buat hemat aku ambil air di kampus juga.
Aku sudah berniat memberikan gift untuk menghargai temanku tadi. Seenggaknya kalau aku nggak bisa ikut jalan, aku bakal nyusul ke stasiun aja buat kasih itu sebelum dia pulang. Aku cari di toko online, kalau nggak ada bakal aku cari di toko deket daerah kosku. Tapi, kebutuhan keluargaku banyak. Ibuku minta tolong ke aku. Dananya aku alokasikan buat keluarga dulu. Aku bela-belain pulang pagi ke kotaku biar bisa tinggal di rumah lebih lama, yang pasti hemat uang makan juga, mumpung libur dan belum ada kegiatan lainnya. Sisa dana yang masih ada di dompet aku kasih juga. Aku nggak tahu apa aku bakal ikut apa engga, tapi sepertinya engga.
Entah mengapa aku menjadi tidak nyaman setelah melihat snap wa-nya tadi pagi ketika dia memposting percakapannya dengan temannya di dm, ditambah dia yang sedang melakukan perjalanan ke luar kota. Aku merasa, seandainya pun aku memberi gift ke dia, itu nggak bakal ada artinya, terlalu remeh untuknya. Dia bisa beli barang itu sendiri. Bukan aku understimate apa yang mau aku beri, aku cuma insecure.
Aku sempat berniat kasih dia notebook yang di dalamnya ada gambar pop up-nya, pembatas buku magnet gambar awan, tini case yang nantinya mau aku isi keychain bentuk gitar dengan hiasan spotify 1975, sama surat tulisan aku sendiri). Nanti aku masukkan box sebelum kumasukkan ke paper bag. Aku cari mana yang bagus, yang sekiranya masih oke buat gift. Mau kasih snack juga, tapi entahlah. Hanya saja aku baru bisa add ke keranjang. Sempet kepikiran mau kasih dia DIY sudut buku karena bagus buat pajangan, tapi aku mikir apa dia suka merangkainya? Karena nggak semua orang suka merangkai puzzle 3D begitu.
Tapi aku pikir lagi, sepertinya nggak ada yang spesial dengan itu. Aku pun nggak spesial di hidupnya. Apalagi setelah aku sadar kalau dia datang juga iseng saja. Dia cowo btw, gampang deket sama orang lain. Mudah interaksi dengan siapapun, bahkan mereka yang 'keren' sekalipun. Sejauh aku lihat di medsos. Oke itu bagus. Cara dia menanggapi pesanku ternyata sama saja seperti lainnya. So, buat apa? Dari tahun-tahun lalu juga begitu, ada beberapa kata yang ngebuat aku sempet agak kecewa dan ga sreg ya, tapi aku pendem aja. Sampai di titik ini sepertinya aku mau benar-benar berjarak. Tahun lalu kami sempat bertemu sebentar, tanpa direncanakan. Seandainya saja tidak bertemu, mungkin aku nggak sampai di titik ini. Meski dia pernah bilang, kalau aku pernah membantu dia di awal karirnya dan pertemanan kami ya fine" saja ... aku gatau kenapa, aku merasa kecewa. Aku harap kami nggak kenal saja.
Maaf ya Nata, aku jadi curhat tentang temanku. Aku masih nunggu kamu datang, aku sudah patah berkali-kali. Baik di pertemanan maupun hidupku sendiri. Aku mau sembuh kok, Nat. Aku berencana tahun ini bisa ke psikolog buat periksa biar sakitku nggak sampai di kamu. Aku harap kita bisa bertemu, Nat. Maaf ya Nata, aku salah berharap lagi ke orang lain, meski teman. Semoga Tuhan menjaga kamu selalu ya.
Oh ya Nat, aku habis baca surat dari Richard Freynman buat istrinya. Sedih sekali bacanya. Coba kamu search aja :) Atau mau aku bacakan? ^_^
Nata, kalau nanti kita sudah bertemu dan menjalani semuanya bersama, lalu Tuhan manggil aku, kamu boleh kok kasih surat seperti yang dilakukan Freynman, meski nantinya tak sampai, tapi aku akan sangat menghargai itu. Sama sepertiku sekarang, meski aku tahu ini tak sampai, aku masih meluangkan waktu untuk menuliskannya. Kamu nanti boleh baca semua catatanku tentangmu, Nat. Itu buat kamu. Aku nggak tahu bakal sesayang apa sama kamu nantinya, bahkan sebelum bertemu pun rasanya seperti dekat.
Nata, aku di sini masih sendiri, aku nggak sama siapa-siapa. Aku nggak pernah menjalin hubungan dengan siapapun hingga sekarang (in romantically, ofc). Teman cowo saja jarang sekali, untuk komunikasi juga jarang, hanya untuk kepentingan tertentu saja. Aku harap kamu juga demikian agar aku lebih mudah untuk tetap terhubung dengan semesta ketika aku mengirimkan surat-surat ini.
Memang sempat ada yang mendekat, ada yang sempat mengetuk hidupku dan meminta untuk masuk, namun tak aku izinkan lebih jauh karena hatinya nggak sepenuhnya buat aku. Aku cuma jadi option, Nat, bukan choice. Sekalinya jadi choice, aku cuma last choice :) Kabari aku ya Nata, kasih tanda yang pasti. Aku masih menunggu ^^
With love,
Sefa.
P. S : Nanti aku kasih gift ke kamu yaa, Nat. Semoga :)