To the Moon and Back - After Ending

Dear, My Sweetheart.

Hei, bagaimana keadaanmu? Jika kamu membaca suratku, artinya kamu sudah sampai pada masamu yang sebenarnya, masamu ketika masih SMA. Tak perlu khawatir, aku akan tetap menemani dirimu yang berada di masa depan. Kuharap kamu baik-baik saja di sana, jangan terlalu memikirkanku, fokus saja pada apa yang menjadi tujuanmu. Sera yang kukenal banyak bercerita mengenaimu, tentang dirimu yang mengharapkan masa indah di masa putih abu layaknya drama Korea. Lucu juga ketika aku melihat matanya yang berbinar ketika kami membicarakan itu. Benar begitu, kan? Mianhae, kita tidak dapat bersama kala itu, kita berada di kota yang berbeda, lembaran cerita kita belum dimulai.

Dirimu di masa depan sempat bercerita padaku bila kamu bertemu dengan Rey, seseorang yang mengisi cergaroma milikmu, cergam romansa masa SMA katamu. Kamu berkata bila cukup bagimu untuk bisa melihatnya bermain basket dari kejauhan sembari menulis namanya dalam buku harianmu, bertemu hanya untuk sekadar bekerjasama dalam projek sinematografi sekolahmu, melewati kelasnya yang bersebelahan dengan kelasmu, atau ketika bersama dalam ruang rapat perangkat kelas angkatanmu. Cerita yang bagiku klasik, hanya saja menjadi terasa manis saat kamu yang menceritakannya. Namun ketika kamu bilang bahwa semua itu tak lagi begitu berarti, aku cukup mengerti. Izinkan aku yang mengisi bagian kisahmu selanjutnya, menjadi salah satu part terbaik dalam hidupmu. 

Sementara itu, aku pun memiliki kisah sendiri dengan seekor kucing yang sering mengikutiku selepas pulang sekolah di tahun terakhir aku duduk di bangku SMA. Aku tidak bercanda, ini benar adanya. Itu tak berlangsung lama, ia mati tertabrak, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Entah mengapa aku sakit melihatnya.

Kamu ingat perkataanku tempo lalu? Iya, aku bertemu denganmu ketika kamu sedang mengajak bermain seekor kucing jalanan yang terlihat bersih dan gendut. Kucing itu mengingatkanku pada kucing yang kutemui semasa SMA. Kamu duduk di halte seorang diri dengan headphone yang sedang kamu pakai. Rintik hujan membasahi jalanan, aku berada di seberang dengan payung transparan yang kugenggam. Beberapa hari selepasnya, aku kembali menemukanmu tengah keluar dari kafe komik seraya mengangkat telepon dari seseorang. Kamu pergi begitu saja. Sepekan kemudian, tanpa sengaja aku melihatmu tengah menikmati es krim di tengah dinginnya cuaca, menjadikanku sedikit heran padamu. Sejak itu, setiap kali aku teringat denganmu, terdapat senyum samar yang selalu tercetak tanpa diminta. 

Awalnya kucoba untuk tak peduli, namun lagi-lagi kita bertemu hingga akhirnya aku tahu siapa namamu. Kamu menyapaku terlebih dahulu saat kita terjebak gerimis dalam halte yang sama seperti sebelumnya, aku ingat, ada bekas air mata yang mengering di sana, di saat itu aku tersadar, mungkin saja kehadiranku dapat menyembuhkan lukamu.

Sudah, sampai situ saja. Aku tidak akan menceritakan bagaimana kelanjutannya, nantinya pun kamu akan tahu sendiri. Jika kamu menemukan seseorang yang berdiri tepat di seberang halte dengan payung transparan dan airpods tengah memegang satu cup kertas kopi hangat, bisa dipastikan dia adalah aku. 

Tapi aku tak tahu, apa di masa itu segala sesuatunya akan berubah. Apa yang terjadi bila aku tak menemukanmu di halte, tidak lagi melihatmu keluar dari kafe maupun saat kamu menikmati es krim, lalu bagaimana denganku apabila kamu tak menyapaku dan kita hanya berakhir asing tanpa cerita yang bahkan tak pernah dimulai. Kumohon kamu tak terlalu berharap, tapi percayalah semua akan baik-baik saja, Sera. Raih saja semua mimpimu, aku yang berada di masamu pun begitu. 

Gwaenchana. Jaga dirimu baik-baik ya, hingga kamu benar-benar bertemu dengan diriku yang sebenarnya. Aku pun sangat berterima kasih kepada semesta karena telah mengenalkanku padamu.

'I love u to the moon and back, darling.'

With love,
Nata, your sweet apple pie.

Postingan Populer