Temukan Arti dari Luka
"Kau ingin kue? Aku dapat membelinya untukmu," ucapnya sembari bangkit dari kursi hitam yang berada tak jauh dari dipan rumah sakit.
Aku mengangguk kecil, merasakan hawa dingin dari AC semakin menusuk tulang. Ibuku pergi dan aku masih saja memandang kotak ajaib sedang menjalankan misi sebagai pengganti kerja ginjal ayahku. Selang panjang menghubungkan darah dengan mesin hebat itu, tak lupa lampu berwarna hijau yang menyala di atasnya selalu menarik perhatianku. Tampaknya ayah sedang terlelap saat menjalankan "cuci darah". Ya, ayahku menderita gagal ginjal dan mesti menjalankan kebiasaan rutin ini selama 2 kali dalam seminggu. Tubuhnya kurus, terdapat luka kering hitam yang selalu kulihat ketika bersalaman dengannya. Oh, kuharap luka di kakinya pun segera pulih.
"Stevie, ini kue cokelat kering faforitmu." Ibuku datang lalu mengusap rambutku. Setelahnya, beberapa kerabat pasien menghampiri ibuku untuk berbincang. Mereka layaknya saudara, saling menutupi kesedihan dan menganggap semua akan berjalan baik meski harus menelan pahit. Kebanyakan mereka mengarahkan obrolan pada topik kehidupan. Wanita yang berbincang dengan ibuku mengatakan bila ada pasien tambahan hari ini, mereka menjalani opname di ruang aster. Aku cukup paham dan mendengar sambil meringkuk di sudut ruang. Beberapa lagu diputar memenuhi saentero ruang HD. Kulihat kursi roda milik ayah di balik pintu kaca. Kurasa, aku perlu menunggu 4 jam lagi agar dapat pulang juga memperbaiki nilai matematika yang turun.
Beberapa bulan kemudian, kaki kanan ayahku diamputasi, tulangnya hancur serta tak mampu berfungsi lagi. Ia tak dapat berjalan, hanya duduk atau rebahan di kursi ruang tamu. Ibuku selalu siap menemani ayah bahkan tengah malam sekalipun. Beberapa perawat datang ke rumah untuk mengobati, tapi itu untuk sementara. Setelah luka cukup kering, ibuku lah yang menjadi perawat untuk ayah. Sikap ayah berbeda dengan dulu, dirinya berubah kekanakan, mungkin efek dari operasi besar yang ia jalani.
Selain masalah kesehatan, keluargaku mengalami krisis moneter. Aku pun terbiasa memakan nasi dengan minyak sayur bekas menggoreng. Itu tak buruk, pikirku. Bawang goreng atau beberapa biskuit sisa merupakan harta karun bila perutku mulai melilit. Ayahku berhenti bekerja, sedangkan ibuku bekerja satu minggu sekali sebagai asisten dokter mata dengan upah yang tak sebanding dengan pengeluaran keluargaku. Kerap aku merenung dan menulis di buku harian. Kuceritakan semua sambil menitikkan bulir kristal yang perlahan membuat pipiku hangat. Yah, setidaknya aku merasa lebih tenang.
Mungkin beberapa dari temanku melihat jika aku bukan remaja yang gemar nongkrong di kafe atau memakai bando cantik seperti gadis lainnya. Itu benar, namun kini aku berbeda. Sekarang aku bahagia ... sungguh, terlebih ketika aku menemukan buku itu!
Buku berisi 100 kisah mengenai arti bersyukur membuatku tegar menghadapi kenyataan. Aku tak sendiri, aku bisa menemukan beberapa dari mereka di jejaring sosial yang ada kapan saja aku mau. Chicken Soup for The Soul merupakan buku faforitku yang kupinjam dari perpustakaan sekolah. Bersyukurnya aku menemukan buku itu dan mulai menuliskan daftar berkat yang Tuhan berikan untukku. Bisa jadi aku lebih beruntung dibanding mereka. Mereka mengajarkanku arti dari sebuah luka, kisah mereka begitu menginspirasi hingga aku tak sanggup membayangkan rasanya hidup dengan jantung yang ditambal atau tinggal di mobil bekas sebagai rumah. Aku menghubungi salah satu dari mereka, mengirim pesan, dan berharap respon baik akan membalas.
Tak lama berselang, seorang kawanku datang. Aku terkejut begitu ia melepas topi rajutnya. Tak ada sehelai pun rambut di sana. Ia membagi kisah perjuangan hidupnya setelah kemo, kudengarkan dia dengan saksama di bawah temaramnya lampu taman. Dirinya tersenyum miris padaku seraya menundukkan kepala. Segera saja kurangkul dan membisikkan sesuatu padanya, "kau hebat, jalani hari ini dan teruslah melangkah. Temukan arti dari luka, ia yang membuatmu kuat."
Seketika aku tersadar, meski aku belum mampu membeli bando cantik seperti yang lain, setidaknya aku masih memiliki rambut daripada tidak sama sekali.
°°°
@sefania_wenny